Musim deman berdarah selalu mengingatkan Bunda pada pengalaman ini.Tiga tahun lalu. "Iqbal positif demam berdarah!" begitu kata Ayah di telp. Padahal Bunda sedang raker tiga hari di Modern Group Training Center - Sukabumi. Segera kukemasi barangku. Pulang!
Kupacu Hyundaiku di tol Jakarta Bogor. Nekat. Belum pernah Bunda sengebut ini.Bunda nyaris nggak perduli dengan keselamatan sendiri. Bunda cuma ingin cepat sampai RSPI! Bunda begitu khawatir. Ini adalah opname Iqbal yang kedua untuk demam berdarah. Dua tahun sebelumnya dia sudah mengalaminya.
Semingu Iqbal dirumah sakit, gantian Aim demam.Jadi begitu Iqbal dinyatakan boleh pulang, Aim disarankan dirawat dengan diagnosa yang sama. Demam berdarah.
Ayah dan Bunda tidak berani ambil resiko. Saat itu Ruang rawat anak RSPI penuh. Jadi Aim langsung menempati tempat tidur Abang di kelas I. Sayangnya saat itu Aim mendapat tetangga pasien anak yang rewel. Nangis terus. Kami ikut senewen. Kami tak tahan. Kami putuskan pindah ke VIP.
Abang yang baru sembuh protes keras. "Kok adik di VIP ? Abang di kelas I ?" Dia memang berpikir kritis. Dia cemburu. Kami speechless. Sebagai kompromi Abang ikut menginap di VIP. Aim di ranjang pasien. Abang dan Bunda berpelukan di sofa bed. Mbak Isti tidur di kasur lipat yang dibawa dari rumah. Sedang Ayah pulang.
Lucunya kalo dokter Karel Staa visit memeriksa Aim. Iqbal ngumpet di balik tirai. Takut pak dokter masih mengenalinya. Takut ditegur, Iqbal kan pasiennya. sudah boleh pulang tapi kok masih dirumah sakit juga?
Tidak pernah terbayangkan. Bunda dan anak-anak, pernah kemping di rumah sakit :-)
No comments:
Post a Comment