Tuesday, March 27, 2007

Piala Keempat Abang

Abang pulang sekolah. Aim menjerit jerit antusias. “Bunda..Bunda..Abang dapat piala….” Aku bergegas meninggalkan tugas kuliahku yang sparo kelar dikomputer.

Aim buru buru membuka piala yang masih dibungkus dengan plastik, dan memberikannya pada Bunda untuk dibaca. Tulisannya “Juara I Lomba Murottal. Pekan Maulid Nabi 2007. SD Harapan Ibu.”

Iqbal sendiri ngga terlalu perduli. Dia sibuk mencopot kaos kaki dan menyimpan tas sekolahnya. Bunda memeluk Iqbal, menciumnya “Selamat ya sayang…” Uhm, I am proud of you son. Iqbal cuman mengangguk.

Bunda mengsms Ayah. Berbagi kebanggaan. Ayah mereply “ Ayah lagi meeting nih. I am really proud of him…”

Aim membantu Bunda memajang piala keempat Abang di lemari. Sedikit mengoda Aim “Kok Aim belum punya piala ??”
“ Aim juga pengin Bun…”
“Makanya sekolah yang rajin..jangan banyak bolos..”

Ayah mengsms Ibunya. Adik adiknya. Semua membalas dengan kebanggaan yang sama. Cucu pertama. Keponakan tertua. Membuat mereka bangga.

Piala emang soal kebanggaan. Soal pengakuan bahwa anak unggul dalam satu bidang tertentu. Menyadarkan orang tua bahwa si anak punya potensi lebih yang bisa dikembangkan. Juara Murottal-membaca Quran- bukan saja memberi kebanggan didunia, namun menciptakan harapan jauh kedepan. Agar Iqbal kelak jadi anak yang shaleh, dan bisa mendoakan Ayah dan Bunda..

Piala Pertama

Dirumah, ada empat piala milik Abang. Piala keempat lomba murotal, piala ketiga lomba matematika, piala ke dua lomba adzan, bagaimana dengan piala pertamanya ??

Cerita piala pertama abang ini sudah pernah dimuat di web Bunda jadul...menarik juga saat dibacalagi :-)

Hari Sabtu di tahun 2000 itu masih pagi. Dan aku sudah berada di aula TK Iqbal. Mengamati deretan gambar tanpa nama. Pameran hasil lomba mewarnai.
"Yang mana milik Iqbal ya..kok cuma no peserta yang dicantumkan ?" pikirku.
Segera Ketelphon rumah. Babysitter Iqbal yang mengangkat.
"No peserta Iqbal berapa ya ? “
Kesibukanku di kantor membuatku luput akan hal itu.
"No sepuluh Bu “ sahut Mbak Ida.
Kututup handphone. Kulihat hasil peserta no sepuluh. Glek !! Jelek bener. Mungkin yang terburuk dari seluruh peserta Lomba. Tapi aku tak tak berkecil hati. Iqbal memang tidak suka mengambar dan mewarnai.

Setahun berlalu. Tahun 2001
Kembali kuamati deretan hasil lomba si aula sekolah Iqbal. Seminggu yang lalu dia bilang, sesuai undian yang dibagikan bu guru Iqbal kebagian ikut lomba cipta karya, dengan no peserta 22. Untuk seluruh murid ada 6 macam lomba dan setiap lomba diikuti 25-28 peserta.
Lomba cipta karya adalah murid diminta menyusun pot0ngan kertas lipat yang telah digunting berbentuk segitiga, bulat, segiempat dan bentuk dasar lainnya, kemudian di lem diatas kertas putih, sehingga tercipta gambar kreasi mereka.
Aku melihat dari jauh. Pada umumnya peserta membuat benda yang diliat dari keseharian mereka. Warna-warni kertas lipat memberikan kombinasi warna yang menarik.

Dengan santai kulewati dinding dimana hasil pemenang lomba dipajang. Aku langsung menuju tempat dimana peserta yang tidak menjadi juara, dipamerkan hasilnya.Kuurut No yang ada…20, 21..lho kok langsung 23 ? Ups !! Maafkan Bunda sayang…bisikku reflek menengok ke dinding dimana 5 hasil terbaik dipasang.Setengah berlari aku mendekat kesana.

Mataku berbinar. Ternyata no 22 ada disana, menempati urutan terbaik kelima !! Sebuah rumah, pagar, mobil, matahari dan awan merupakan hasil cipta karyanya. Aku terharu. Kutahan airmataku. Malu sama bu guru euy….Aku beranjak. Mengintip kelas Iqbal dari jendela, dia sedang asyik bermain bersama kawan-kawannya.

Kini Tibalah saat mengumumkan para juara, Semua murid dikumpulkan di aula bersama para ibu yang diundang untuk hadir menyaksikan.Setelah pemenang lomba melukis, kini giliran lomba cipta karya. Semua peserta berbaris rapi didepan. Iqbalku yang munggil berada diantara mereka. Aku menatap dengan bangga.

Juara 1,2,3 dan harapan satu dipanggil…berikutnya…"Untuk harapan dua diperoleh peserta dengan no 22".Iqbal terlihat terkejut. Dia menoleh kearah Ibu gurunya. Ibu Fat mengangguk meyakinkan. Iqbal berjalan kedepan untuk menerima piala.
Aku melambai. Dia tersenyum.

Piala-piala dibagikan. Walau dia mendapat piala terkecil... Namun piala itu berarti sangat besar buat diriku dan dirinya.

Piala pertamanya itu meningkatkan rasa percaya dirinya. Membuatku sadar bahwa dia siap bersaing untuk menang. Dia sudah besar sekarang, untuknya masih banyak piala-piala lain yang menunggu untuk diraih.

Iqbal menghambur kepelukanku sambil memegang piala pertamanya itu erat-erat.

Monday, March 26, 2007

Harapan Bunda di Harapan Ibu

Al Fath
Ha-I
Al fath
Ha-I…
Al fath
Ha-I

Ih..apaan sih? Bersaut sautan kayak suara tokek ??

Itulah debat panjang Aim dan Bunda saat memilih sekolah. Aim ingin bareng putri -sohib perempuan kesayangannya di TK untuk melanjutkan ke SD al-Fath di cirendeu, soalnya kakak si putri-Reza, udah duluan sekolah di sana. Padahal well, Bunda ingin Aim masuk ke sekolah abang di Ha-I – Harapan Ibu –pondok pinang.

Emang apa salahnya masuk Al Fath? Toh banyak teman teman sekompleks yang menyekolahkan anaknya disana. Uhm, iya sih.. tapi sekolah itu masuk wilayah Banten. Bunda sih mikir jangka panjangnya. Susah kalo mo masuk SMP di Jakarta kalo SD nya dari tangerang- banten. Makanya Bunda membujuk, merayu, memohon Aim agar mau bersekolah di Harapan Ibu..

Nanti Aim boleh ikut drumband deh..
Nanti Aim juga bisa ikut pentas di sekolah
Nanti kan Aim bisa ikut paduan suara juga

Pokoknya Bunda dukung deh kalo Aim ingin tampil di acara pentas Harapan Ibu..

Akhirnya Aim mau ikut test disana. Abangnya bertanya heran “ Gimana mau test?? Baca aja belum bisa kan?” Berbeda dengan Abang yang emang serius belajar , dia udah bisa baca sebelum lulus TK, Aim emang rada nyatai..

"Hey Abang.. jangan gitu dong.. biar Aim test dulu” kata Bunda

Bunda mengantar Aim pergi test. Aim menjalani test tertulis dengan diawasi seorang guru. Seusai test Bunda bertanya “ Gimana Bu kira kira. Dia bisa nggak?

"Belum bisa baca ya Bu” tanya bu Guru
Bunda nyengir innocent “ Belum…”
“Tapi berhitungnya bener semua kok. Dan lagi umurnya sangat mencukupi. Dia udah keliatan mandiri kok. Nanti kita liat juga hasil psikotestnya ya.."

" Uhm, Bagaimana kira kira kansnya Bu..” Bunda sedikit mendesak
“Tunggu aja pengumumannya. Ada yang lulus. Ada yang cadangan. Ada yang tidak lulus. Harap maklum Bu kita cuma buka 5 kelas. Dua kelas bilingual udah penuh. Yang masih sisa kelas regular."
"Saya memang ndaftarkan Ibrahim untuk kelas regular Bu.."
"Tetap aja Yang ikut test dua kali lebih banyak dari kapasitas penerimaan murid baru…tungu aja hasil testnya ya Bu…

Masya Allah!! Hari gini, tenyata persaingan masuk SD saja sudah begitu ketat. Padahal Harapan Ibu sekolah swasta yang cukup mahal. yup, paling tidak untuk standard Ayah dan Bunda.

Seminggu kemudian. Setalah menanti dengan harap harap cemas, keluar juga pengumumannya. Alhamdulillah. DITERIMA. Bunda berucap Syukur. Senang banget Aim bisa masuk ke HI, walau belum bisa baca hi..hi..

Ayah segera melunasi uang pangkal yang diminta. Diskusi dan debat panjang soal Al Fath dan Ha-I berakhir sudah. Besar harapan Bunda, Aim suka bersekolah di SD Harapan Ibu sebagaimana Abang telah menghabiskan hampir 6 tahun bersekolah disana…

Iqbal adalah abangku. Rajin dan senang main bola (eh, harusnya belajar ya?)
Dengan menyandang tas dibahu, riang menuju sekolah...
Berhitung, menulis membaca, tak lupa diulang dirumah
Ingin akupun demikian, serajin Iqbal abangku..
(plesetan dari lagu anak anak- Ruli-Abangku)

Begitu harapan Bunda buat Aim yang akan bersekolah di Harapan Ibu..

Anakku Harapanku

Bunda diundang ke sekolah Abang. Undangan ini khusus untuk orangtua murid kelas 6. Briefing tentang ujian akhir dan persipan masuk SMP.

MASUK SMP ?? Weeeiks ? Ternyata waktu cepat sekali berlalu ? Iqbal kecil ku yang imut imut sudah mau masuk SMP?? Padahal Bunda masih ingat masa masa dia mendaftar ke SD enam tahun lalu. Cerita ini pernah diposting di web Bunda jadul ..uhm, lucu juga kalo dibaca lagi.. yuuuuk…


Baru bulan Maret, tetapi beberapa SD swasta di Jakarta Selatan sudah membuka pendaftaran untuk tahun ajaran 2001-2002. Iqbal baru berumur 5,5 tahun dan dia hampir menyelesaikan TK nya.

Mobilitas Bunda masih terbatas, belum sembuh dari operasi Caesar dan tidak bisa meninggalkan Aim dirumah. Karenanya Ayah mengantar Iqbal mengunjungi beberapa SD diwilayah kami untuk mencari informasi dan melihat minat Iqbal di beberapa sekolah.

Ayah selalu optimis dalam banyak hal, tetapi mendengar syarat harus lulus test untuk beberapa SD Swasta yang bagus, Ayah jadi ragu. Iqbal belum cukup berumur 6 tahun, apalagi perawakannya kecil mungil. Kami sangat sadar tidak pernah memaksa Iqbal untuk belajar, sepanjang hari hanya bermain dan bermain. Apa dia bisa melewati seleksinya yang pertama ini ?

"Kira-kira apa yang ditest ya ?" kata Ayah sesampainya dirumah.
Bunda bergerak cepat mengangkat telepon, menghubungi kenalan dan teman Bunda yang anaknya bersekolah di SD tersebut. Mencari informasi, meminta berbagi pengalaman. Dan hasilnya membuat kami ngeri. Test tertulis dan wawancara. Ternyata jaman sudah berubah. Persaingan datang begitu dini.

Begitu Bunda bisa meninggalkan Adik dengan Babysitternya, Bunda datang ke TK Iqbal khusus untuk meminta informasi lebih akurat tentang kemampuan Iqbal disekolah kepada bu Guru. Disela-sela kesibukan Bunda mngurus Aim bunda melatih Iqbal mengeja, dikte, berhitung sampai melakukan role play wawancara.

Saat untuk mengambil formulir tiba, Bunda mondar mandir mengambil formulir, mengantar Iqbal foto, melengkapi syarat-syarat yang harus dilampirkan, mengisi formulir yang berlembar-lembar dan sangat detail tentang keseharian calon murid. Periksa ke dokter untuk mendapatkan keterangan berbadan sehat. Heran. Mau masuk SD aja kok susah bener !!

Hari seleksi pertama tiba. Ayah mengantar Iqbal test di SD Harapan Ibu, Bunda tidak bisa ikut karena tiap sabtu babysitter Aim mengambil cuti. Ketika mereka pulang bunda bertanya cemas " Gimana ? Abang bisa ?" Iqbal menjawab dengan santai "Tenang Bun, gampang kok…seperti yang suka kita bikin dirumah itu lho ". Dia melepas kaos kakinya..dan segera asyik bermain lego. Ayah dan Bunda berpandangan. Kami sedikit lega.

Hari senin adalah jadwal test di SD Al Ikhlas. Bunda mengantar iqbal karena Ayah sibuk di kantor. Seleksi di Al Ikhlas lebih ketat. Ternyata bukan Cuma Bunda yang cemas, hampir semua ibu merasakannya. Bisa jadi rasa khawatir itu menular. Iqbal berpindah dari ruangan test tertulis dan antri untuk wawancara. Bunda menemani menunggu " Gimana Bang ? Bisa ?"

Iqbal terlihat serius " susah Bun "."Emang soalnya apa ajah ?" "Banyak, Bun. empat belas halaman".Bunda tercekat. Empat belas halaman ? Duh…andai aku boleh mengantikannya….

Nama Iqbal dipanggil..Dia masuk ruangan. Terlihat cukup pede.Bunda menunggu dengan gelisah sampai sepuluh -limabelas menit berlalu.

Saat pengumuman seleksi semakin dekat. Semua Eyangnya optimis Iqbal lulus semua. Sebagai orangtua kami, mereka yakin prestasi Iqbal disekolah tidak akan mengecewakan. Seperti yang telah kami tunjukkan sepanjang masa sekolah kami, prestasi yang memberikan kebanggaan pada meraka sebagai orangtua.

Kami lebih realistis. " Kalau emang nggak lulus dua-duanya ya masukin ajah SD inpres di dekat rumah" kata Ayah. Bunda juga setuju. "Nggak pa-pa lah…Oom Bram dulu lulusan SD inpres itu , buktinya bisa ke ITB juga"

Tibalah saat mengambil hasil test, Bunda membuka amplop hasil test SD harapan Ibu dengan gugup. Tercantum kata DITERIMA. Bunda segera mengirim SMS ke hp Ayah dengan pesan yang sama. Tak urung mata Bunda berkaca-kaca karena terharu. Dia berhasil melewati seleksinya yang pertama.

Hari sabtu berikutnya Ayah pergi ke SD Al Ikhlas untuk melihat hasil test. Bunda sedang sibuk mengendong Aim saat telp berdering. " Alhamdulillah ….diterima juga" suara ayah terdengar sangat senang. Bunda nyaris tak percaya.

Kucium Iqbal yang sedang asyik bermain kereta api. Kami bangga padamu, Nak, kepadamu anakku, kutitipkan harapan kami, agar engkau menjadi insan yang berhasil dikemudian hari. Aim mengeliat dalam gendongan, aku tersenyum padanya, kamu juga, sayang.. bisikku sambil mencium pipinya dengan gemas ..hih..bau susu !

Friday, March 02, 2007

Bunda Menangis

Bunda menangis. Bunda menyesali computer Bunda yang crash. Banyak file bunda yang hilang tak kembali. Hiks..hiks..Bunda menangis dan menangis.

Aim meledek. Dengan tone kanak kanaknya yang lucu dia bilang “ Bunda udah gede.. kok kayak anak kecil aja… pake nangis segala?”

Abang mendekat bertanya pada Bunda yang masih terus menangis sambil duduk di kursi depan computer. “ Kenapa menangis Bun?”
“Hiks…file Bunda hilang..hiks..”

Abang lalu memelukku. Bunda terus menangis dalam pelukan Abang. Uhm, Bunda merasa lebih baik. Walau sedikit Bunda merasa lebih baik..

Suatu kesadaran muncul. Suatu kebahagian tersendiri menjadi orang tua. Jika kita sedih, kita masih punya anak anak yang bisa menghibur. Dengan kata kata yang lucu, maupun dengan pelukan hangat.

Semua jerih payah mengurus ompol, mengendong, menyuapi dan menyusui anak anak saat mereka kecil, seakan terbayar lunas dengan celoteh lucu dan pelukan yang menghibur dikala Bunda menangis.

Bunda menghapus airmata. Tidak seharusnya Bunda terus larut dalam mendung kesedihan. Selama Abang dan Aim menyayangi Bunda. Tidak seharusnya Bunda bersedih…Uhm, thanks for cheer me up kids…you're the sun shine of my life...