Wednesday, June 14, 2006

Complaint untuk Bunda

Aku menerima Complaint dari bang Udin, supir jemputan TK tempat Aim bersekolah. Karena statusku yang pengacara, pengangguran banyak acara, aku memang hanya mendrop Aim ke sekolah pagi-pagi. Pulangnya dia ikut Mobil Bang Udin.

Kata bang Udin Aim nakal. Dia selalu ingin duduk depan disamping supir. Pernah ada anak yang duluan duduk situ. Aim cubit sampai anak itu menangis. Dan terpaksa pindah ke bangku belakang. Akhirnya Aim dapat duduk depan dengan leluasa di depan. Kuklarifikasi complain itu ke Aim.
“Aim, bener yang dibilang Bang Udin ?”
“Nggak kok” Aim coba berkelit.
“Ayo ngaku. Bener nggak ?” Mana mungkin sih Bang Udin bohong ?!
“hm…Iya sih. Tapi cuman sekali kok Bun. Bener !!” kata Aim sambil nyengir bandel.
Aku benar-benar malu. Setelah kejadian itu aku tidak berani mampir ke sekolah. Hanya men-drop dan segera berlalu.Aku merenung. Ini jugakan yang dirasakan orang tua Anto? (ket :bukan nama sebenarnya) .Ingatan ku melayang 5 tahun kebelakang.

Saat itu Iqbal masih bersekolah di hari Sabtu. Kelas I SD. Aku menjemput dan menunggu kelasnya bubar dari kejauhan. Di seberang lapangan basket . Mengobrol dengan seorang teman lama. Toh Jadwal pulang sekolah masih 30 menit lagi.

Tiba-tiba terjadi kehebohan. Anak-anak menghambur dari kelas Iqbal. Kelas IC. mereka berlari keluar tanpa membawa tas. Berteriak-teriak memanggil pak satpam. Aneh sekali, dua satpam bergegas masuk kelas. Satpam yang tersisa mengumpulkan anak-anak yang berlarian panik di lapangan, sebagian satpam menahan orangtua murid IC yang memaksa masuk ke kelas. Ada kejadian apa sih ?

Dari celoteh anak-anak tersebut kami berusaha membayangkan apa yang terjadi di kelas.
“Bu Guru nyuruh kita keluar semua panggil pak Satpam".
“ Anto ngamuk, Bu Guru di ancam pisau. “
“ Kasian banget bu guru, ketakutan di pojok kelas nggak bisa kemana-mana"
Celoteh anak-anak semakin riuh.
Seorang Bapak- orang tua murid marah “Anak kelas satu kok bisa bawa pisau ?"
“ Cutter Om…” seorang anak mencoba menjelaskan.
Kami semua cemas menunggu

sepuluh menit berlalu. Untunglah kami meliat Anto berhasil diringkus dua satpam dan dibawa ke kantor Guru. Bu Guru IC mengikuti dari belakang, beliau terlihat lemas dan shock. Seorang guru lain menyuruh anak-anak kelas IC kekelas mengambil tas dan menuruh mereka pulang 15 menit lebih awal.Segera kubawa Iqbal pulang.

Seminggu berlalu, aku mendapat kabar agar datang ke sekolah hari selasa pagi. Dengan jadwal meeting yang begitu ketat aku menyempatkan hadir. Mama Dika – yang kutau aktif di POMG- menyodorkan sebuah surat
"Atas nama orang tua murid IC Kita buat petisi Mbak. Minta Anto dipindahkan dari kelas anak-anak kita. Kejadian minggu lalu benar-benar keterlaluan".
Aku membaca sepintas. Tanpa banyak komentar aku bubuhkan tanda tanganku tanda setuju.
Apa lagi yang bisa kuperbuat ? Ngurus anak sendiri saja waktuku sudah terbatas. Boro-boro mikir anak orang lain.

Di mobil kutanya sopirku soal Anto.
Dia lebih banyak standby di sekolah menunggu Iqbal.
Pasti dia tau sesuatu.
"Emang bandel banget, Bun."
Misalnya ?
"Tas temennya yang perempuan diisi air keran. Bukunya kan jadi basah semua. Temennya jadi nangis".
Yang lain?
"Dia jarang dikelas, lebih sering di parkiran, nongkrong bareng supir-supir, ngak ada yang bisa ngebilangin".

Kutanya juga Iqbal soal Anto. Apakah Iqbal pernah kena pukul ?
“Nggak sih, Bun. Kalo Anto ngamuk Iqbal ngumpet di belakang meja, takut kena pukul kayak si putra!!"
Aku miris membayangkan ada seoarang preman kecil dikelas anakku. Aku merasa telah memberikan keputusan yang tepat. mendukung agar Anto dipindah dari kelas Iqbal.

Beberapa minggu berlalu. Aku heran Anto masih dikelas IC.
Saat tak sengaja berpapasan dengan mama Dika di sekolah,
kutanya dia “ Anto masih di IC ? Suratnya jadi diberikan ke sekolah?”
“ Itulah Mbak, Kami juga kecewa. Mama Anto memohon-mohon pihak Sekolah minta Anto jangan di pindah. Kelas lain pasti menolak. Dia takut Sekolah lain juga akan menolak. Dia berjanji akan memperbaiki kenakalan Anto” katanya gusar.
“ Bagaimana caranya?” tanyaku.
“Menurut saya, Anto butuh bantuan professional. Ini bukan lagi kenakalan yang wajar”
“udah dibilang ke mama Anto ?”
“Boro-boro!! Mama Anto mana berani kesekolah ? Kalaupun datang dipanggil pihak sekolah, datang sembunyi-sembunyi,Mbak. Mungkin takut dikomplain”
Saat itu aku hanya minta dikabari jika ada perkembangan lebih lanjut.

Aku tidak perduli lagi soal Anto sampai Iqbal kelas 3.
Saat Itu Iqbal membawa pulang pialanya yang kedua.
“Lomba Apa?”
“Lomba Adzan antar kelas. Juara dua,Bun”
"Siapa juara satu?"
Iqbal menyebut sebuah nama
"Juara tiganya?"
“Anto” kata Iqbal
Aku Heran“Anto ? yang sekelas Iqbal di kelas I? Kan dia bandel banget”
"Iya bun, itu dulu….. dia sekarang ngak nakal lagi kok"
"Kok bisa ?"
"Iya katanya Anto udah ikut terapi “ kata Iqbal sok tau.
"Ah, terapi apa ?"
"Apa ya ? terapi anak hiperactive gitu deh ?" jawab Iqbal sedikit Ragu.
Alhamdulillah !! Syukurlah.
Rupanya Mama Anto bisa menepati janjinya untuk membaiki kenakalan Anto.

Back To Aim.
Aku berpikir untuk lebih memonitor kenakalan Aim.
Agar masih berada dalam batas-batas kewajaran
Aku tidak ingin bernasib sama dengan Mama Anto.
Semoga Allah memberikan petunjuk dan bimbingan-Nya.
Buat Aim-ku dan buatku. Amin.

No comments: