Setelah menjalani test dan wawancara selama 2 hari yang melelahkan, Akhirnya Iqbal di terima di SMP Tsanawiyah Pembangunan – Ciputat. Sekolah ini dibawah managemen Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta. Walau awalnya Bunda ragu karena sekolah itu berlokasi di Ciputat Banten, tapi setelah sekolah tersebut menjelaskan bahwa secara administrasi mereka masuk ke DKI, baru Bunda setuju untuk menyekolahkan Iqbal disana.
“Sekolah itu bukan soal DIMANA, tapi GIMANA” gegitu sharing seorang teman sekantor Bunda. Perempuan cantik yang tinggal di Bintaro Sektor 9 itu menyekolahkan putra tunggalnya nya di Sekolah Pembangunan JAYA. Satu satunya sekolah yang dibangun JAYA property untuk penghuni Bintaro Jaya. “
"Dengan bersekolah dekat rumah, anak kita masih punya waktu buat les musik, berenang, main futsall, main sama teman temannya. Pokoknya yang fun fun deh..” katanya lagi. Well, Bintaro Jaya emang udah kayak kota mandiri. Fasilitasnya lengkap. Ugh!! Membuat Bunda ingat impian Bunda untuk tinggal di Bintaro Jaya.
Sekarang, seberapa jauh sekolah SMP Pembangunan itu dari rumah kami di cirendeu? Kalo lewat jalan utama –Lebak bulus I – Ps Jumat- Ciputat Raya sih bisa lima kilo, Lewat jalan pintas Univ Muhamadiyah-Ciputat Raya sekitar 4 kilo. Menariknya kalo lewat jalan tikus..paling cuma 2 kilo. Yup. Bunda dan Ayah udah pernah survey semua rute itu. Walau ribet dan berbelok belok, jalan tikus itu relative sepi, melewati banyak rumah dan ujug ujug sudah sampai di belakang sekolah, ngga pake lewat jalan Ciputat Raya yang rame dan luar biasa macet.
Makanya Ayah tiba tiba come up dengan ide “ Bike to School buat Abang”
“Hah?! Bunda nggak setuju”
“Why not? Sekarang ngetrend lagi Bike to work. Kalo mungkin Ayah juga pengin bisa Bike to work”
“No..No..jangan macem macem deh..kita punya extra mobil..kita punya supir..jangan pernah pikir buat bike to school apalagi bike to work.” Gimana kalo hari hujan, gimana kalo keserempet mobil. Gimana kalo jatuh ? Duh? Nggak deh!! Setelah debat panjang-seperti biasa- Bunda selalu speechless. Ayah terlalu otoriter buat dibantah.
Abang di sounding soal wacana bike to school-dasar anak Bunda-Iqbal menolak. Walau dia tau dengan bersepeda dia tak akan tergantung pada supir /jemputan, dia bisa kemana mana sendiri namun dia merasa belum siap untuk itu. “Iqbal takut kalo nyasar. Habis jalanya mbulet banget“ begitu alasannya
Bunda bilang ke ayah “ I know him better than you hah?” Gantian Ayah yang speechless. Begitulah. Walau Ayah otoriter dirumah, tapi kami tetap menyerahkan keputusan soal bike to school kepada Iqbal karena dia yang akan menjalaninya. Pada akhirnya Bike to School memang hanya sebatas wacana.
No comments:
Post a Comment