Abang nggak pernah demanding sedang Aim menuntut banyak. Beli ini. Beli itu. Kesini. Kesitu. Seakan Ayah Bunda punya pohon uang yang ngga ada habisnya. Namun there is a good thing about Aim. Dia mau usaha cari uang sendiri. How’s that??
Berawal tahun 2005 saat Bunda mulai jualan fried chicken di kantin SMP Alix, sebelah stand Bunda jualan pop ice. Laris Manis. Saat itu Aim yang masih duduk di TK kecil tertarik. “Kita jual pop ice juga yuk Bun…”
“Dimana ?“ tanya Bunda, sebab sudah ada kesepakatan dalam kantin tersebut tidak boleh menjual product yang sama.“di rumah lah”jawab Aim cepat.
Bunda setuju. Bunda lalu membeli pop ice aneka rasa. Sedotan besar. Gelas plastik. Blender dikeluarkan dari dapur. Meja kecil dikeluarkan dari gudang.
Siapa target marketnya Aim? Temen temen Abang lah!! Ternyata betul, jualan Aim mendapat sambutan positif. Temen temen Abang yang kecapekan habis main bola, antri membeli. Emang Aim udah bisa bikin pop ice? Ya nggak lah!! Mbak Isti dikaryakan.
Dengan senyum senyum geli Mbak Isti membantu anak asuhnya melayani pembeli. Aim yang berpromosi sedang Mbak Isti dibagian produksi, merangkap kasir, merangkap bagian keuangan. Bunda geli. Duh Aim? Keuntungan jual pop
Bunda cuma mengawasi kegiatan Aim dibantu Isti dari dalam rumah. Senyum senyum geli dengan banyak komentar yang didengar. Seorang nenek tetangga mengantar tiga cucunya beli pop ice. Beliau menggoda “Wah Aim, Jualan pop ice buat beli mobil ya?” sambil melirik mobil ayah yang “cling”. Aim bilang “Iya dong”. Dalam kamar Bunda ketawa sampe sakit perut. Duh Aim? Jual pop ice mana bisa beli mobil.
Anyway kegiatan Aim jualan pop ice ini membuat bangga Ayah dan Bunda. Setelah dua bulan berjalan, akhirnya berhenti. Yang beli sudah jenuh. Yang jual sudah Bosan. Ya sudahlah. Mbak Isti menutup dan membereskan project Aim itu.
Kini-tahun 2007, Aim sudah kelas satu SD. Musim Panas datang, disambut dengan musim layangan. Aim melihat peluang bisnis baru. Dia merayu Ayah membeli layangan dan benang dalam partai besar di grosir dekat rumah Uti condet. Ayah membeli 50 layangan dan 5 gulung benang sebagai awal.
Ditempat yang sama. Meja yang sama. Aim mengelar dagangan yang berbeda. Kalo dulu Bunda bantu menata, kali ini Aim kerjakan seniri. Dua buah box bekas indomie diletakan diatas meja. Satu berisi layangan. Satu berisi gulungan benang. Sebagai “pemanis“Aim menaruh beberapa mainannya dimeja itu. Boneka. Mobil2an. Tak lupa sebuah celengan bergembok disiapkan. Buat tempat uang katanya.
Aim lalu ketak ketik di computer nulis pake word AIM JUAL LAYANGAN. Diprint hitam putih. Namun dia belum puas. Aim lalu merayu Bunda.”Bunda, bikinin pengumuman Aim jual layangan dong. Yang bagus ya”.
Bunda dan Aim lalu duduk depan computer. Ketak ketik di power point sambil ketawa tawa memilih gambar. Akhirnya jadi sebuah signage tentang Aim jual layangan. Siapa target marketnya kali ini? Teman –temen Abang dan temen temen Aim. Laris manis. Abang yang tadinya nggak perduli, bantu bantu Aim menjual Layangan. Maklum sekarang Dalam dua hari weekend stock layangan menipis cepat. Senin siang Aim menelphon Ayah dengan panik “ Ayah, layangannya habis tapi masih ada yang mau beli. Gimana nih? Ayah beli lagi dong!!” Bunda tertawa geli. Duh Aim..keuntungan jual layangan nggak sebandng sama bensin Ayah ke condet buat beli layangan. Tapi Ayah tak ingin Ayah kehilangan semangat. Ayah membeli lagi 100 layangan buat project Aim jual layangan. “Assalamualaikum…” Ah Aim, Ayah dan Bunda bangga pada Aim sang Entrepreneur cilik yang diusia dini mau belajar cari uang sendiri, walau dengan berjualan layangan. “Aim uang hasil jual layangannya mana ?” tanya Bunda
“Walaikum salam…cari siapa?”
“Mau beli layangan tante…”
“Aim!! ada yang beli layangan tuh..”
Aim segera ngacir kecarport. Jual layangan.
“Buat beli teh botol di warung Bun..Aim
Bunda memeluk Aim. Ah, Aim emang pinter banget!!
No comments:
Post a Comment