Tuesday, November 21, 2006

Menghitung Hari – Sebuah Dilema

“Nggak sabar dan deg degan …” begitu Tante Mulat bilang. Berbagi pengalaman saat menunggu jadwal kepergian hajinya dua tahun lalu. “Semakin dekat waktunya semakin khawatir jika umur tak sampai.”

Well, saat itu Bunda pikir itu karena Tante Mulat memang dijadwalkan masuk gelombang ke dua. Kloter demi kloter pastinya sudah berangkat. Koper sudah dipack. Surat panggilan masuk asrama haji sudah ditangan. No wonder. Tante Mulat ingin segera menyusul berangkat ke tanah suci.

Ternyata Bunda salah. Ternyata Bunda juga mengalami apa yang tante Mulat rasakan. Padahal belum ada satu kloterpun yang berangkat, sebab Bunda Insya Allah berangkat gelombang I dan kloter I pula – tapi Bunda juga merasa "semakin dekat waktunya semakin khawatir jika umur tak sampai.”

Bunda menghitung hari keberangkatan dengan banyak berdoa. Semoga Allah meridhoi Ayah Bunda pergi haji sesuai jadwal. Bunda cemas jika umur tak sampai, sebab kami merasa kewajiban haji sudah tiba pada kami. Kami berharap dapat segera menunaikannya. Sebelum maut menjemput…

Well, dilain pihak. Dengan segala kerepotan mengurus pernak pernik persiapan keberangkatan. Terselip dilema. Ugh!! Berat rasanya meninggalkan anak-anak dirumah. Abang masih suka dipeluk Bunda. Aim masih kolokan sama Ayah. Bagaimana perasaan mereka berjauhan selama 40 hari dengan kami ?? Bagaimana jika mereka sakit?? Bagaimana jika mereka kangen ??

“Bun, Abang ikut pesantren kilat ya…kalo bisa bayar sebelum Bunda pergi…” begitu Abang bilang pulang sekolah.
Hah ? kalo tahun lalu Abang ogah ogahan, kali ini justru Iqbal yang minta.
“Kan cuma wajib buat kelas 5 Bang. Abang kan udah ikut tahun lalu”
“emang sih. tapi kelas 6 boleh ikut kalo mau dan diijinkan”
Duh ? Bunda serba salah. Pesantren kilat adalah kegiatan yang positif, tapi digelar di luar jakarta – deket sih- paling di puncak. Tapi apakah Abang bisa mandiri ? Tahun lalu kami bisa menengok ke mega mendung. Tapi tahun ini…kami –insyaAllah-akan jauh di mekkah. Bagaimana jika dia membutuhkan kami ??

Hidup cuma mampir . Anak cuma titipan Allah. Kata –kata Aa Gym kembali terngiang. Setelah berembug sama Ayah, kami akhirnya menyetujui Abang ikut pesantren kilat yang diadakan sekolahnya. Kami berusaha Ikhlas.

“Iya bang....Bunda nanti bayar biayanya ke Bu guru..tapi Abang janji harus lebih hati hati..lebih jaga kesehatan lebih…bla..bla..bla " Bunda mengkuliahi Abang panjang lebar… Uhm, mudahan pengalamannya tahun lalu bisa bermanfaat untuk pesantren kilatnya tahun ini. Abang mengangguk dan tersenyum lebar.

Bunda dan Ayah menghitung hari. Abang juga. Abang bersiap ikut pesantren kilat tengah Desember nanti. Hati hati sayaaaaang…
Kami percaya Allah akan menjaga dan melindungi kedua buah hati kami. Dirumah. Disekolah. Maupun di pesantren kilat....We love you, sons…

No comments: